Pages

Minggu, 25 Oktober 2015

SARINAH "TENTANG PEREMPUAN"



Buku ini merupakan kumpulan gagasan dan pemikiran Ir. Soekarno mengenai wanita. Sebenarnya Ir. Soekarno telah memiliki maksud sejak lama untuk menulis buku ini. Namun, banyak sekali sebab yang membuat hal tersebut tidak terjalankan. Barulah setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno menyegerakan untuk menulis buku ini. Selain menulis buku, Ir. Soekarno juga membuka kursus-kursus untuk wanita di Yogya yang dibantu oleh Mualiff Nasution. Mengapa diberi nama “Sarinah”? buku ini dinamakan Sarinah sebagai tanda terima kasih Ir. Soekarno kepada pengasuh saat beliau kanak-kanak. Mbok Sarinah. Ia banyak membantu ibu Soekarno. Dari mbok Sarinah, Soekarno banyak menerima rasa cinta, rasa kasih. Dari mbok Sarinah, Soekarno banyak mendapat pelajaran mencintai “orang kecil”. Dia sendiri pun “orang kecil”, tetapi budinya selalu besar! Moga-moga Tuhan membalas kebaikan Sarinah itu!

Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri.
Soal perempuan bukan merupakan tentang perempuan saja, melainkan masyarakat. Soekarno banyak mengkritisi dan mengupas satu persatu paradigma dalam masyarakat dan pandangan kaum laki-laki tentang perempuan.
Laki-laki dan Perempuan. Perbedaan fisik dan susunan tubuh perempuan dan laki-laki. Perbedaan itu tidak lain adalah untuk tujuan kodrat alam yaitu mengadakan keturunan dan memlihara keturunan. Selain itu perbedan psikis antara laki-laki dan perempuan adalah perbedaan jiwa. Prof Heyman menuturkan bahwa perempuan lebih lekas tergoyang jiwanya, lebih lekas marah tapi lekas cinta lagi dari laki-laki, lebih lekas kasihan, lebih lekas percaya, lebih suka anak-anak. Dengan hal tersebut tidak lantas membuat ketajaman otaknya kalah dengan laki-laki. Banyak penelitian yang telah membuktikan hal tersebut. banyak peneliti yang melakukan riset penghitungan volume otak perempuan dan laki-laki. Memang benar ketika dihitung berat otak laki-laki memang lebih besar, namun hal tersebut berbanding dengan berat tubuh laki-laki yang juga besar. Setelah dihitung didapatkan bahwa otak perempuan rata-rata 23,6 gram per kg tubuh dan laki-laki rata-rata 21,6 gram per kg tubuh. Kwalitetnya sama, ketajamannya sama, kemampuannya sama hanya kesempatan-bekerjanya yang tidak sama, kesempatan-berkembangnya yang tidak sama.
Perempuan tempatnya ke sisi priuk nasi, pancai gula, penerima zat anak, pengandung zat anak, melahirkan anak, pelampiasan syahwat semata. Dulu sebelum ilmu kedokteran berkembang, tak terhitung ratusan ribu hingga jutaan perempuan meninggal saat proses melahirkan. August Bebel mengatakan bahwa dalam sejarah manusia, jika dijumlahkan lebih banyak perempuan yang melepaskan jiwanya diatas padang kehormatan melahirkan bayinya, dibanding para lelaki yang melepaskan jiwanya diatas padang penghormatan peperangan.
Soekarno mengajak pembaca untuk mempelajari sejarah tentang perjalanan hidup manusia yang dimulai ketika kehidupan manusia masih berburu binatang, nomaden, berpindah dari tempat satu ke tempat lain sampai berubah menjadi kehidupan masyarakat yang sudah menetap, memiliki rumah, bercocok tanam, memiliki sistem hukum, pemerintahan dll tentu dalam proses dan tahapan panjang ini tak luput dari perjuangan seorang perempuan. Naik turun kedudukan perempuan dalam masyarakat turut mewarnai peradaban manusia sehingga sampai pada tahap seperti sekarang ini.
Dalam bukunya ini, Soekarno menuangkan keluasan ilmunya dengan baik. Soekarmo mengajak pembaca mengenal lebih banyak tokoh dunia, teori tentang perempuan, pendapat-pendapat tentang perempuan hingga kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan-keyakinan yang dianut oleh masyarakat tentang perempuan. Soekarno juga menjelaskan tentang kedudukan perempuan dalam berbagai agama, misalnya islam, kristen, budha dll.
Dalam buku ini, menceritakan banyak sekali gambaran-gambaran wanita baik di daerah-daerah di Indonesia maupun di dunia. Seperti sebuah kisah tentang seorang laki-laki dan perempuan yang baru saja menikah, seminggu kemudian laki-laki tersebut datang ke rumah membawa seorang sundal dan menjadikan istrinya sebagai pelayan atas kesenangan dirinya dan sundal tersebut. Sang istri  duduk di depan pintu kamar dengan tangisan air mata di pipi yang terus menetes dan harus siap bila-bila ada panggilan dari suami atau sundal tersebut. Lain lagi cerita tentang Geisha yang ada di Jepang. Di Negara yang sudah maju seperti itu pun masih banyak ketidakadilan terhadap perempuan. Dahulu banyak sekali dijumpai para gadis bahkan anak-anak yang sengaja dijadikan sebagai Geisha oleh bapak mereka. Sebuah keluarga miskin akan tetap terselamatkan jika ia masih mempunyai seorang anak perempuan. Karena dialah yang nantinya akan menyelamatkan perekonomian keluarganya. Artinya kemodernan tidak selamanya dibarengi dengan penjunjungan derajat perempuan.
Tatkala perempuan di dunia barat sudah sadar, sudah bergerak, sudah melawan, maka perempuan di dunia timur masih saja diam-diam menderita pingitan dan penindasan dengan tiada protes sedikitpun juga.
Di dunia barat pertama-tama terdengar semboyan “perempuan, bersatulah!”  dari mulut Katharina Brechkovskaya pertama-tama terdengar seruan, “Hai wanita Asia, sadar dan melawanlah!”. Dengan hal tersebut pula tak lantas membuat kita para perempuan Indonesia mengoper dan melaksanakan semuanya, kita harus pelajari lebih dahulu dalam-dalam segala cita-cita dan segala sepak terjang pergerakan-pergerakan perempuan di Barat. Kita pelajari, kita sesuaikan dengan kepribadian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tiada aksi revolusioner, jika tiada teori revolusioner.
Teori tak disertai perbuatan, tiada tujuan pembuatan, perbuatan tiada pakai teori, tiada berarah tujuan.
Teori tak dengan perbuatan, mati! Perbuatan tak dengan teori, ngawur!

Terutama sekali para pemimpin, para penunjuk jalan, para pemegang obor, harus memahami ilmu.
Dapatkah orang memimpin dengan baik, menunjukkan jalan kepada rakyat, mengkobar-kobarkan semangat rakyat, mengerahkan tenaga bekerja dan tenaga perjuangan rakyat, mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan mengorbankan sesedikit-sedikitnya bila orang tidak tahu jalan apa yang harus dilalui, cara-cara apa yang harus dipakai, tujuan-tujuan apa yang harus dituju? Dapatkah orang memimpin dengan baik, bila tidak dengan tuntutan ilmu? Dapatkah orang memimpin dengan baik, bila ia sendiri tidak tahu jalan?
Pada lembaran-lembaran akhir buku ini, Ir, Soekarno menitipkan pesan.
Dan kamu, kaum wanita Indonesia, akhirnya nasibmu adalah di tangan kamu sendiri. Saya telah memberi peringatan kepada kaum laki-laki untuk memberi keyakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perjuangan, tetapi kamu sendiri harus menjadi sadar, kamu sendiri harus terjun mutlak dalam perjuangan.
Dan didalam perjuangan yang garis-garis besarnya telah saya guratkan dimuka tadi, bantu-membantu mutlak antara  laki-laki dan perempuan harus diselenggarakan benar-benar. Syarat mutlak bagi kemenangan revolusi nasional ialah persatuan nasional tentu juga mengenai hubungan laki-laki dan perempuan.
Janganlah meletakkan titik berat kepada mengemukakan tuntutan-tuntutan feministis dan melupakan tuntutan-tuntutan perjuangan membela kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya, adakanlah penggabungan tenaga antara perempuan dan laki-laki sehebat-hebatnya, adakanlah perjuangan nasional yang sebulat-bulatnya.
Laki-laki dan perempuan kesatu tujuan, tiada satu tenagapun yang tercecer. Janganlah menentang satu sama lain, tetapi berjuanglah bahu-membahu serapat-rapatnya membela kemerdekaan nasional.
Semua. Semua tenaga harus diarahkan sesatu tujuan arah, kesatu tujuan revolusioner.
Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutilah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik dan nanti jika Republik telah selamat, ikutilah serta-mutlak dalam menyusuun Negara Nasional.
Jangan ketinggalan di dalam Revolusi Nasional dari awal sampai akhir, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial.
Didalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau menjadi wanita yang bahagia, wanita yang merdeka!

Belajar Kehidupan dari Pandangan Ibn Kaldun


2.1  Biografi dan Sejarah Ibn Khaldun
Ibn  Khaldun  mempunyai  nama  lengkap  'Abd  al-Rahman  ibn  Muhammad ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn al-Khalid ibn 'Usman ibn Hani ibn al-Kathab ibn Kuraib ibn Ma'dikarib ibn Harish ibn Wail ibn Hujr. Dilahirkan di kota  Tunisia-Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M. Nenek-moyang Ibn Khaldun adalah berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan, dan kemudian hijrah ke wilayah Hijaz sebelum datangnya Islam. Nama Ibn Khaldun, sebutan yang populer untuk dirinya, dinisbatkan  kepada  nama  kakeknya  yang  ke  sembilan,  yaitu  al-Khalid. Khalid  ibn  Usman  adalah  nenek-moyangnya  yang  pertama  kali  memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 M. Ia menetap di Carmona, sebuah kota kecil yang terletak antara segitiga Cordova, Sevilla,  dan  Granada.  Kemudian  keturunan  Khalid  di  Andalusia  ini  dikenal dengan sebutan Banu Khaldun yang di kemudian hari melahirkan sejarawan besar Abdurrahman ibn Khaldun.
Fase  pertama  Ibn  Khaldun  dihabiskan  di  Tunisia  dalam  jangka  waktu  18 tahun,  antara  tahun  1332  sampai  1350. Pada  waktu  iu,  ayah  Ibn  Khaldun  adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya  secara  tradisional  mengajarkan  dasar-dasar  agama  Islam. Muhammad  ibn  Muhammad,  ayah  Ibn Khaldun, adalah seorang yang berpengetahuan agama yang tinggi.  Pendidikan  Ibn  Khaldun yang dilakukan ayahnya tidak berlangsung lama, karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349. Semenjak kematian ayahnya, Ibn Khaldun mulai belajar mandiri dan bertanggung  jawab.  Dari  sinilah  Ibn  Khaldun  mulai  hidup  sebagai  manusia dewasa yang tidak menggantungkan diri kepada keluarganya.
Selain dari ayahnya, Ibn Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu keagamaan  dari  para  gurunya  di  Tunis.  Ibn  Khaldun  menyebutkan  beberapa gurunya  yang  berjasa  dalam  perkembangan  intelektualnya,  di  antaranya  Abu  'Abdillah  Muhammad  ibn  Sa'id  al-Anshari  dan  Abu  al-'Abas  Ahmad  ibn Muhammad  al-Batharni  dalam  ilmu qira'at;  Abu  'Abdillah  ibn  al-'Arabi  al-Hashayiri  dan  Abu  al-'Abbas  Ahmad  ibn  al-Qashar  dalam  ilmu  gramatika  Arab; Abu  'Abdillah  Muhammad  ibn  Bahr  dan  Abu  'Abdillah  ibn  Jabir  al-Wadiyasyi dalam ilmu sastra; Abu 'Abdillah ibn 'Abdillah al-Jayyani dan Abu 'Abdillah ibn 'Abd Salam  dalam  ilmu  fiqh;  Abu Muhammad  ibn  'Abd  Muhaimin  al-Hadhrami dalam ilmu  hadis;  Abu  al-'Abbas  Ahmad  al-Zawawi  dalam  ilmu  tafsir;  dan  Abu 'Abdillah Muhammad ibn  Ibrahim al-Abili dalam bidang 'ulum 'aqliyyah, seperti filsafat, logika, dan metafisika.
Pada  fase  kedua  Ibn  Khaldun  berpindah  dari  satu  tempat  ke  tempat lainnya,  seperti  di  Fez,  Granada,  Bougie,  Biskara,  dan  lain-lain  dalam  jangka waktu 32 tahun antara tahun 1350 sampai 1382 M. Pendidikan yang diterima Ibn Khaldun,  baik  dari  orang  tuanya  sendiri  maupun  dari  para  gurunya,  sangat mempengaruhi  perkembangan  intelektualnya.  Oleh  karena  itu,  mudah  dipahami mengapa Ibn Khaldun mengalami kesedihan yang mendalam ketika terjadi wabah pes yang secara epidemik telah menyerang belahan dunia bagian Timur dan Barat. Semenjak  peristiwa  inilah  Ibn  Khaldun  terpaksa  menghentikan  belajarnya  dan mengalihkan pada bidang pemerintahan.
Karir  pertama  Ibn  Khaldun  dalam  bidang  politik  pemerintahan  adalah sebagai Shabib  al-'Allamah  (Penyimpan  Tanda  Tangan)  pada  pemerintahan  Abu Muhammad ibn Tafrakin di Tunisia. Setelah itu, Ibn Khaldun menjadi Sekretaris Kesultanan di Fez, yaitu Abu 'Inan yang menjadi raja Maroko. Di kota inilah Ibn Khaldun  memulai  karirnya dalam  dunia politik  praktis pada tahun 1345.  Selama delapan  tahun  tinggal  di  Fez,  banyak  perilaku  politik  yang  telah  dilakukan  Ibn Khaldun.  Ibn  Khaldun  pernah  merasakan  penjara  selama  21  bulan  yang disebabkan  kecurigaan  Sultan  'Inan,  dan  kemudian  dibebaskan  oleh  Abu  Salim saat  menjabat  sebagai  Sultan  Maroko.  Karena  kekacauan  politik  yang  terjadi  di Fez, Ibn Khaldun akhirnya memantapkan diri pergi dari Fez dan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M. 
Setahun  berikutnya,  Ibn  Khaldun  ditunjuk  oleh  raja  Granada, Abu 'Abdillah Muhammad ibn Yusuf ibn Isma'il ibn Ahmar, sebagai duta ke istana raja Pedro  El  Curel,  raja  Kristen  Castilla  di  Sevilla.  Sebagai  seorang  diplomat  yang ditugaskan  untuk  mengadakan  perjanjian  damai  antara  Granada  dengan  Sevilla. Karena  keberhasilan  yang  luar  biasa  dalam  menjalankan  tugas  diplomatiknya, Raja  Muhammad  memberikan  kepada  Ibn  Khaldun  tempat  dan  kedudukan  yang semakin  penting  di  Granada.  Jabatan  yang  diduduki  Ibn  Khaldun  ternyata  telah menyebabkan rasa iri beberapa pihak, termasuk sahabatnya sendiri yang menjadi perdana menteri, Ibn al-Khathib. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan, Ibn Khaldun  akhirnya memutuskan untuk  kembali  ke Afrika Utara. Di Afrika Utara, beberapa  kali  Ibn  Khaldun  mendapat  tawaran  jabatan  politik  dari  para  Amir (Gubernur), dan untuk ke sekian kalinya Ibn Khaldun berpindah tangan dari satu penguasa ke penguasa lainnya.
Setelah  sekian  lama  malang  melintang  dalam  dunia  politik  praktis  yang penuh  resiko  dan  tantangan,  Ibn  Khaldun  sampai  pada  suatu  kesimpulan  bahwa bergerak  dalam  dunia  ini,  meskipun  memiliki  dinamika  sendiri,  tidak  membawa ketenteraman dan kebahagiaan bagi diri dan keluarga. Ibn Khaldun merasa jenuh dan  lelah  untuk  terus  terlibat  dalam  urusan  politik.  Naluri  kesarjanaannya  telah memaksanya untuk menjauhi kehidupan yang penuh gejolak dan tantangan. Pada kondisi  jiwa  seperti  inilah  Ibn  Khaldun  memasuki  suatu  tahapan  dari kehidupannya dalam apa yang disebut dengan istilah khalwat Ibn Khaldun.
Masa  khalwat  ini  dialami  Ibn  Khaldun  dalam  jangka  empat  tahun  dari tahun  1374  sampai  1278  M.  Ibn  Khaldun  mengasingkan  diri  di  suatu  tempat terpencil  yang  dikenal  dengan  sebutan  Qal'at  Ibnu  Salamah.  Di  tempat  ini  Ibn Khaldun  dapat  terbebas  dari  kesusahan  dan  hura-hura  politik.  Dalam  masa pengunduran  diri  inilah  Ibn  Khaldun  berhasil  merampungkan  karyanya al-Muqaddimah, yang populer dengan sebutan Muqaddimah Ibn Khaldun. 
Setelah al-Muqaddimah  rampung  ditulis,  pada  tahun  1378,  Ibn  Khaldun meninggalkan  Qal'at  Ibn  Salamah  menuju  Tunis.  Ada  beberapa  alasan  mengapa Ibn  Khaldun  kembali  ke  Tunis.  Kebanyakan  sejarawan  menjelaskan  bahwa kembalinya  Ibn  Khaldun  ke  Tunis  adalah  karena  didorong  oleh  keinginannya untuk  menyelesaikan Kitab  al-Ibar-nya.  Tunis  dipandang  oleh  Ibn  Khaldun sebagai  kota  paling  tepat,  karena  memiliki  banyak  perpustakaan  yang  kaya  akan referensi yang diperlukannya. Di samping itu, kerinduan Ibn Khaldun akan Tunis sebagai  kota  tempat  kelahirannya  dan  kerinduannya  akan  kehidupan  politik  juga dapat dijadikan alasan lain dalam masalah ini.
Kerinduan  Ibn  Khaldun  akan  kota  kelahirannya  tidak  dapat  berlangsung lama, karena beberapa temannya memperlihatkan  sikap  bermusuhan  kepadanya. Oleh  karena  itu,  Ibn  Khaldun  memutuskan  untuk  pergi  menunaikan  ibadah  haji. Ibn  Khaldun  meninggalkan  Tunis  pada  28  Oktober  1382  menuju  kota  Makkah. Dalam  perjalanannya  menuju  Makkah,  ia  menyempatkan  diri  untuk  singgah  di Kairo.  Dengan  kepergiannya  ke  Kairo  ini,  maka  berakhirlah  petualangan  Ibn Khaldun sebagai seorang politikus yang banyak terlibat dalam intrik politik.
Masa ini merupakan fase ketiga dari tahapan kehidupan Ibn Khaldun. Fase ini  dihabiskan  di  Mesir  selama  kurang lebih 24 tahun, yaitu antara 1382  sampai 1406 M. Fase ini dapat dikatakan sebagai masa  pengabdian  Ibn  Khaldun  dalam bidang  akademik  dan  pengadilan.  Ibn  Khaldun  tiba  di  Kairo,  Mesir,  pada  6 Januari 1382 M. Mesir ketika itu berada dalam kekuasaan dinasti Mamluk. Pada masa ini telah dikembangkan  hubungan  perdagangan  dengan  raja-raja  Kristen  di Eropa. Oleh  karena  itu,  wajar  apabila  Ibn  Khaldun  merasa  kagum  dengan kemajuan peradaban yang telah dicapai Kairo. 
Selain  berkarya  dalam  dunia  akademik,  Ibn  Khaldun  juga melakukan kegiatan-kegiatan  yang  berkaitan  dengan  reformasi  hukum. Pada tanggal 8 Agustus 1384, Ibn Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-Zahir Barquq, sebagai Hakim Agung Mazhab  Maliki  pada  Mahkamah  Mesir.  Jabatan  yang  dipangku
dengan  penuh  tanggung  ini  dimanfaatkan  Ibn  Khaldun  untuk  melakukan reformasi dalam bidang hukum. Akan tetapi, reformasi ini ternyata telah membuat banyak fihak yang dirugikan yang kemudian menjadi marah dan dengki kepadanya. Akibat fitnah yang dituduhkan kepadanya Ibn Khaldun pun, meskipun tidak terbukti bersalah, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.
Pada  tahun  1387,  rencana  Ibn  Khaldun  yang  tertunda,  yakni  menunaikan ibadah  haji  baru  dapat  dilaksanakan.  Sepulang  dari  ibadah  haji,  Ibn  Khaldun diangkat lagi sebagai Hakim Agung Mahkamah  Mesir. Sultan  yang  berkuasa  di Mesir ketika itu adala  Nashir Faraj,  putera Sultan Barquq. Pada masa ini,  ia sempat berkunjung ke Damaskus  dan  Palestina  menyertai  Sultan  dalam  rangka kunjungan untuk mempertahankan kerajaannya dari serangan tentara Mongol. Ibn Khaldun wafat pada tanggal 16 Maret 1406 (26 Ramadlan 808 H.) dalam usia 74 tahun di Mesir. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo. 
2.2  Pemikiran Ibn Khaldun
Ibn Khaldun adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan Islam.  Ia dipandang sebagai  satu-satunya ilmuwan Muslim  yang tetap  kreatif  menghidupkan  khazanah  intelektualisme  Islam  pada  periode Pertengahan.  Ibn  Khaldun  dalam  lintasan  sejarah  tercatat  sebagai  ilmuwan Muslim  pertama  yang  serius  menggunakan  pendekatan sejarah  (historis)  dalam wacana  keilmuan  Islam.
Kata kunci konsepsi Ibn Khaldun tentang sejarah adalah “Ibrar”, yang berarti contoh atau pelajaran moral yang berguna. Untuk mengetahui posisi sejarah dalam teori Ibn Khaldun, penting dipahami definisi sejarah yang diberikannya. Sejarah  dalam  pandangan Ibn Khaldun bukan  sekedar  cerita  kronik  tentang  berbagai  peristiwa masa lalu, tetapi sejarah juga berarti menyajikan kritik terhadap data dan berita yang ada, di samping  analisis  terhadap  berbagai  faktor  yang  menyebabkan  terjadinya suatu  peristiwa. Oleh  karena  sejarah  mengandung  suatu  penyelidikan  kritis  dan  mencari kebenaran;  suatu  pengetahuan  mendalam  tentang 'bagaimana'  dan 'mengapa' suatu  peristiwa  terjadi,  maka  sejarah  menurut  Ibn Khaldun  dipandang sebagai bagian dari hikmah atau filsafat.
Menurut  Ibn  Khaldun, sejarah  menurut  wataknya  memang  bisa  disusupi oleh kebohongan. Ada tujuh faktor yang menyebabkannya, yaitu: 
1.      Adanya  semangat  terlibat   ( tasyayyu'   atau  partisanship )  kepada pendapat-pendapat-pendapat  dan  mazhab  tertentu.  Apaila  seorang  sejarawan memiliki  sikap  ini,  maka  ia  hanya  akan  menerima  informasi  sejarah  yang menguntungkan pendapat  mazhabnya.  Semangat terlibat akan menutup mata seorang  sejarawan  untuk  bertindak  kritis.  Ia  hanya  menerima  segala  informasi yang  dapat  memberinya  keuntungan,  walaupun  informasi  itu  penuh  dengan kebohongan.
2.      Terlalu  percaya  kepada  seseorang  atau  pihak  penukil  berita sejarah .  Padahal,  sebelum  berita  itu  diterima,  sudah  seharusnya  terlebih  dahulu dilakukan kritik ekstra berupa  ta'dil  dan  tarjih  atau  personality criticism.
3.      Tidak  memiliki  kemampuan  untuk  menangkap  kebenaran  dari apa  yang  dilihat  atau  didengar ,  kemudian  menyampaikan  informasi diperolehnya  atau  observasi  yang  dilakukannya  atas  dasar  perkiraan-perkiraan saja. Sejarawan dengan sikap ini tidak akan mampu  menganalisa  permasalahan dengan  tepat.  Hal  ini  mungkin  saja  terjadi  karena  kekurangan  informasi  atau karena kurang tajam pandangannya.
4.      Asumsi  yang  tidak  beralasan  terhadap  kebenaran  sesuatu.  Sejarawan bersikap seperti ini biasanya disebabkan terlalu percaya kepada sumber informasi, sehingga ia tidak berpikir tentang kemugkinan kebenaran yang lainnya.
5.      Tidak  mampu  secara  tepat  menempatkan  suatu  peristiwa  pada prooporsi yang sebenarnya atau bagaimana kondisi-kondisi sesuai dengan realitas. Hal  ini  bisa  terjadi    karena  adanya  ambisi-ambisi,  distorsi,  atau  kabur  dan rumitnya peristiwa sejarah yang dihadapi. Sikap ini bisa menyebabkan terjadinya pemutarbalikan  fakta  sejarah,  dan  dengan  tidak  sengaja  telah  menyampaikan informasi yang tidak benar.
6.      Adanya  fakta  bahwa  kebanyakan  orang  cenderung  untuk  mengambil hati orang-orang yang sedang berkuasa atau memiliki kekuasaan. Dengan memuji dan menyanjungnya, mereka hanya menyampaikan  hal-hal  yang  baik-baik  saja, sehingga informasi yang dipublikasikan menjadi tidak jujur dan menyimpang dari kebenaran.  Sejarawan  seperti  ini  biasanya  ingin  mencari  muka,  dengan  tujuan mendapatkan keuntungan hanya untuk dirinya sendiri.
7.      Tidak  mengetahui  hukum-hukum  dan  watak-watak  perubahan  yang terjadi  dalam  masyarakat.  Setai  peristiwa  pada  hakekatnya  mempunyai  watak khas  dan  kondisi-kondisi  yang  melebur  di  dalamnya.  Apabila  seorang  sejarawan mengetahui  hukum-hukum  dan  watak-watak  suatu  peristiwa,  maka  pengetahuan itu  sesungguhnya  dapat  membantunya  dalam  membedakan  yang  benar  dan  yang salah.  Pengetahuan  ini  lebih  efektif  dalam  memeriksa  informasi  sejarah  secara kritis. Oleh  karena  itu,  sebab  ketujuh  ini  merupakan  sebab  terpenting,  meskipun diletakkan pada urutan terakhir.

2.3  Filsafat Sejarah Ibn Khaldun
Filsafat  sejarah  dalam  pengertian  yang  paling  sederhana  adalah  tinjauan terhadap  peristiwa-peristiwa  sejarah  secara  filosofis  untuk  mengetahui  factor faktor  essensial  yang  mengendalikan  perjalanan  peristiwa-peristiwa  historis  itu, untuk  kemudian  mengikhtisarkan  hukum-hukum  umum  yang  tetap,  yang mengarahkan  perkembangan  berbagai  bangsa  dan  negara  dalam  berbagai  masa dan generasi.
Menurut Ibn  Khaldun,  masyarakat  adalah  makhluk  historis  yang hidup  dan berkembang sesuai dengan hukum-hukum yang khusus berkenaan  dengannya. Hukum-hukum  tersebut  dapat diamati dan dibatasi lewat  pengkajian  terhadap  sejumlah fenomena sosial. Ibn  Khaldun berpendapat  bahwa 'ashabiyah'  merupakan  asas  berdirinya  suatu  negara  dan faktor  ekonomi   adalah  faktor  terpenting   yang  menyebabkan  terjadinya perkembangan masyarakat. Apabila ditinjau dari aspek ini, Ibn Khaldun  dapat dipandang  sebagai  salah  seorang  penyeru  materialisme sejarah.
Konsep gerak sejarah Ibn Khaldun mengikut pada tiga aliran Filsafat sejarah. Pertama, aliran sejarah sosial. Aliran ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial dapat ditafsirkan, dan teori-teorinya dapat diuraikan dari fakta-fakta sejarah. Kedua, aliran ekonomi. Aliran ini menafsirkan sejarah secara materialis dan menguraikan fenomena-fenomena sosial secara ekonomis. Setiap perubahan dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya merujuk pada faktor ekonomi. Karl Marx adalah tokoh yang mengembangkan aliran Filsafat sejarah ini. Ketiga, aliran geografis. Aliran ini memandang manusia sebagai putra alam lingkungan dan kondisi-kondisi alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam penyejarahannya, seseorang, masyarakat dan tradisi-tradisinya dibentuk oleh lingkungan dan alam dimana ia berada. Alam dan lingkungan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat, walaupun manusia sendiri juga bisa mempengaruhi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Ibn Khaldun setiap fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan, bahkan  perkembangan  dalam  fenomena-fenomena  sosial  lebih gamblang tinimbang dalam fenomena-fenomena alam, serta segala sesuatu dalam masyarakat  manusia  selalu  berubah. Ibn  Khaldun misalnya menyerupakan umur negara dengan kehidupan manusia. Di sini Ibn Khaldun bermaksud untuk  menyatakan  bahwa  negara  terus  berkembang, sebab kehidupan itu sendiri  berada  dalam  gerak  dan  perkembangan  yang berkesinambungan.
Perkembangan   menurut  Ibn  Khaldun  tidaklah  berupa  lingkaran  dan garis  lurus, melainkan berbentuk spiral. Sebagai contoh misalnya, adalah perkembangan  negara.  Negara  mana  pun,  setiap  kali  mencapai  puncak  kejayaan dan kebudayaannya, akan memasuki masa senja dan mulai mengalami keruntuhan untuk  digantikan  negara  baru.  Negara  baru  ini  tidak  bermula  dari  nol, tetapi mengambil  peninggalan  negara  yang  lama,  melengkapinya,  menciptakan kebudayaan  yang  lebih  maju  yang  berbeda  dari  kebudayaan  negara  sebelumnya, meski  perbedaan  ini  tidak  tampak  sehingga  sulit  diamati.  Namun  dengan berulangkalinya  daur  ini  berlangsung,  perbedaan  tersebut  akan  tampak  makin jelas.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sesuai versi dari Ibn Khaldun ialah
1)      Ekonomi.  Ibn  Khaldun  berpendapat  bahwa  antara  fenomena-fenomena sosial dengan fenomena lainnya saling berkaitan. Fenomena-fenomena ekonomi, menainkan peranan yang penting dalam perkembangan kebudayaan, dan mempunyai  dampak  yang  besar  atas  eksistensi  negara  dan  perkembangannya. Baginya  faktor  ekonomi  sebagai  faktor  terpenting  yang  menggerakkan  sejarah. Aspek  ekonomilah  yang  menentukan  watak  kehidupan  sosial.  Meskipun demikian, Ibn Khaldun tidak dapat dipandang sebagai seorang pemikir materialis murni, karena ia kadang-kadang menempatkan faktor-faktor mental lebih dominan dalam mempengaruhi perkembangan manusia.
2)      Alam. Ibn Khaldun juga menyatakan adanya  dampak  alam  atas individu-individu  dan  masyarakat.  Menurut  Ibn  Khaldun,  lingkungan  fisik  besar dampaknya  terhadap  masyarakat  manusia,  sebab  sampai  ke  batas  tertentu watak masyarakat  dipengaruhi  bumi,  posisinya,  peringkat  kesuburannya, jenis hasil bumi yang dihasilkannya dan bahan-bahan  mentah  yang  dimilikinya.  Ini  berarti bahwa  alam  membatasi  kegiatan  manusia  dan  menciptakan  batas-batas  apa  yang dilakukannya. Selain itu, alam juga mempengaruhi sifat-sifat fisik dan psikisnya, dan  bahkan  juga  mempengaruhi  kehidupan  kulturalnya.  Atas  dasar  itu,  Ibn Khaldun  menyimpulkan  bahwa  kebudayaan  tidak  mungkin  ada  kecuali di kawasan-kawasan tertentu, tidak yang lainnya.
3)      Agama. Ibn Khaldun, demikian dikatakan Gaston Bouthoul, dalam kedudukannya  sebagai  seorang  Muslim,  berpendapat  tentang  adanya  pengarahan Ilahi yang mengendalikan  hukum-hukum  yang  mengarahkan  berbagai  fenomena. Hal ini tidak bertentangan dengan pengakuan tentang adanya berbagai factor yang mengendalikan perjalanan dan  perkembangan  kehidupan  sosial  dan  sejarah, misalnya  saja  faktor  ekonomi,  alam,  dan  hukum-hukum  determinisme  sejarah. Sebab  pengarahan  Ilahi  berada  pada  segala  sesuatu  dan  mampu  menguah perjalanan segala sesuatu. Hubungan  antara  Allah  dan  alam  manusia  diuraikan  Ibn  Khaldun  secara luas. Menurut Ibn Khaldun hubungan antara Allah dan alam manusia tampak pada setiap ruang dan waktu. Kata Ibn Khaldun 'Allah menjadikan segala sesuatu yang ada  dalam  alam  untuk  manusia  dan  sebagai  anugerah  kepadanya.  Ia  menjadikan segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi bagi manusia dan menundukkan laut dan segala hewan baginya pula. Kekuasaan manusia terentang di atas seluruh alam dan segala isinya sehingga Allah menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya. Mengenai dampak agama atas kehidupan sosial dan perkembangannya Ibn Khaldun  mengatakan  sangat  baik  bagi  perkembangan  manusia.  Menurutnya apabila  hukum-hukum  itu  adalah  hukum-hukum  yang  ditentukan  oleh  Allah dengan perantaraan seorang pembuat hukum agama (yakni nabi atau rasul), maka pemerintahan  disebut  berdasarkan  agama. Pemerintahan  yang  demikian menurutnya  sangat berguna sekali baik untuk kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan di akhirat. Meskipun kehidupan sosial bisa  berlangsung  tanpa  ada  agama,  namun  agamalah  yang  mendorong  ke depan dan menjadikan kehidupan sosial menjadi lebih utama.
Berkaitan dengan hukum determinisme sejarah, Ibn Khaldun menguraikannya dalam tiga hukum, yakni
Pertama, Hukum Sebab-Akibat (Legal Causality) yaitu hukum determinisme yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kealaman pada asal mulanya. Khaldun menerapkan dan menjadikan hukum ini sebagai salah satu diantara dua prinsip Filsafatnya. Ia meyakini adanya hubungan sebab-akibat antara realitas dengan fenomena. Ia berasumsi bahwa semua realitas di alam ini dapat dicari hukum kausalitasnya. Kecuali mukjizat para nabi dan karomah para Wali.
Kedua, Hukum Peniruan (Legal Copying). Menurut Khaldun peniruan itu sendiri merupakan satu hukum yang umum. Peniruan bisa menyebabkan kesamaan sosial. Ia menguraikan bahwa kelompok yang kalah selalu meniru kelompok yang menang dalam pakaian, tanda-tanda kebesaran, aqidah dan adat.
Ketiga, Hukum Perbedaan (Legal Differences). Masyarakat-masyarakat menurut Ibn Khaldun, tidaklah sama secara mutlak, tetapi di antara masyarakat  itu terdapat perbedaan-perbedaan yang harus diketahui para sejarawan. Perbedaan  antara  satu  masyarakat  dengan masyarakat  lainnya timbul dari upaya  peniruan. Keadaan yang demikian ini  juga berlaku  pada  negara,  dimana  negara  yang  mucul  belakangan,  akan  berupaya meniru  negara  sebelumnya.




Daya Tarik dalam Pembelajaran Sejarah

 Daya Tarik dalam Pembelajaran Sejarah
Dalam rangka mewujudkan belajar sejarah agar memilii daya tarik bagi peserta didik dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru, antara lain yaitu guru harus kreatif untuk menyiapkan dan menerapkan metode model pembelajaran yang bervariasi.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pe­milihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Lampiran butir B.8.).
Metode/model pembelajaran bisa diciptakan sendiri atau cukup dengan mengadopsi model model pembelajaran yang sudah dirumuskan para ahli. Guru dapat melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Dengan me­nerapkan model pembelajaran yang bervariatif, siswa tidak akan mera­sakan kejenuhan dalam belajar, namun bisa dipastikan siswa akan selalu merasa senang.
Guru harus bisa memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk meme­cahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, maka dituntut untuk memiliki kemampuan tentang peng­gunaan berbagai metode atau mengombinasikan beberapa metode yang relevan (Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dan Drs. Aswan Zain (2010), h.7).
Untuk memilih metode mengajar yang akan digunakan dalam rangka perencanaan pengajaran, perlu dipertimbangkan factor faktor tertentu antara lain: kesesuaiannya dengan tujuan instruksional serta ke terlaksanaannya dilihat dari waktu dan sarana yang ada.
Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahannya dilihat dari berbagai sudut. Namun, yang penting bagi guru, metode mengajar apapun yang akan digunakan, harus jelas dahulu tujuan yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran tersebut (R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2010, h.108).
Di dunia pendidikan sekarang ini sedang berkembang apa yang disebut cooperative learning atau pembelajaran kooperatif, yang su­dah menjadi kecenderungan positif pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Cooperative learning menurut Artz & Newman (Miftahul Huda, 2011, h.vii) dapat didefinisikan sebagai small groups of learners working together as a team to solve a problem complete a task or accomplish a common goal. Model pembelajaran kooperaif mengharuskan siswa untuk bekerjasama dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam konteks struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward. Gagasan di balik pembelajaran ini adalah bagaimana materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat bekerja sama untuk mencapai sasaran-sasaran pembelajaran.
Dari hasil-hasil penelitian, pembelajaran kooperatif mampu mem­berikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian akademik siswa. Tidak hanya itu, pembelajaran ini terbukti mampu meningkatkan si­kap toleran siswa terhadap teman-temannya yang berbeda etnis, level
kemampuan dan gender.
Pebelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari ma­teri pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran (Robert E. Slavin 2005, h.4). Masih menurut Robert E Slavin (2005), ada banyak alasan yang membuat Pembelajaran kooperative memasuki jalur utama praktik pendidikan. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa, dan juga akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Ala­san lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal
hal itu. Berikut ini merupakan beberapa model pembelajaran kooperatif yang mungkin bisa menjadi referensi bagi guru untuk kegiatan pembelajaran dikelas.  Model-model ini sangat sesuai apabila diterapkan pada pembelajaran sejarah di kelas.
1.      Student Team Achievement Division (STAD)
Menurut Robert E. Slavin (2005), dalam model STAD, para siswa dibagi menjadi dalam tim belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria ikat atau penghargaan lainnya.
Gagasan utama dari STAD adalah memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus saling mendukung untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan.
Metode yang dikembangkan oleh Slavin ini melibatkan “kom­petisi” antar kelompok. Siswa dikelompokkan secara beragam berda­sarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama siswa mem­pelajari materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis-kuis (Mifathul Huda, M.Pd. 2011, h.116). Metode ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran, termasuk sejarah, agar belajar sejarah berhasil dan semakin menyenangkan.




2.      Jigsaw
Dalam pendekatan jigsaw, siswa bekerja bersama dalam kelom­pok-kelompok kecil di mana mereka harus saling membantu. Tiap-tiap anggota kelompok menjadi “ahli” dalam subjek persoalannya dan oleh karena itu memiliki informasi penting untuk berkontribusi kepada teman sekelas. Saling bekerjasama dan saling percaya menjadi berharga dan perlu untuk pencapaian akademis.
Ada 4 tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode jigsaw:
Tahap 1
Guru menyusun kelompok “inti” heterogen. Selanjutnya guru memberikan tema, teks, informasi, atau materi-materi kepada kelas itu dan membantu siswa memahami mengapa mereka mempelajari materi itu. Pada tahap ini yang penting adalah bahwa siswa menjadi tertarik dengan apa yang sedang mereka pelajari.
Tahap 2: eksplorasi terfokus.
Pada tahap ini siswa dikelompokkan kembali untuk membentuk kelompok fokus. Para anggota kelompok fokus bekerja bersama-sama untuk mempelajari tema tertentu. Selama tahap ini berlangsung, siswa memerlukan dorongan untuk mengungkapkan apa-apa yang mereka pahami untuk mengklarifikasi gagasan mereka dan membangun pemahaman bersama. Pada tahap ini guru mengarahkan cara kerja siswa, juga bisa menyediakan serangkaian pertanyaan arahan untuk membantu siswa menelusuri gagasan yang ada dalam materi yang diberikan kepada mereka.
Tahap 3: melaporkan dan menyusun ulang
Siswa kembali ke kelompok inti mereka untuk mengambil giliran menjelaskan gagasan yang dihasilkan dalam kelompok fokus. Selama tahap pelaporan, para anggota kelompok didorong untuk mengajukan pertanyaan dan membicarakan gagasan itu secara mendalam.
Tahap 4: integrasi dan evaluasi
Pada tahap ini guru bisa merancang aktifitas individu, kelompok kecil, atau seluruh kelas di mana para siswa bisa secara aktif menyatukan hasil belajar mereka. Misalnya siswa disuruh melakukan demonstrasi dalam kelompok inti mereka. Mempresentasikan hasil diskusi pada kelompok fokus. Penilaian bisa dilakukan untuk masing-masing indi­vidu dengan penilaian proses.

3.      Group Investigation (GI)
Metode ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas. Da­lam metode GI, siswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk me­rencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi. Pertama-tama, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok diberi tugas atau proyek yang berbeda. Dalam kelompoknya, setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, ba­gaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas. Semua anggota harus turut andil dalam menentukan topik penelitian apa yang akan mereka ambil. Menurut Shlomo Sharan, PhD. (2012) ada enam tahapan dalam model ini:
Tahap 1: Kelas menentukan subtema dan menyusunnya dalam penelitian kelompok.
Tahap 2 : Kelompok merencanakan penelitian mereka
Tahap 3 : Kelompok melakukan penelitian
Tahap 4 : Kelompok merencanakan presentasi
Tahap 5 : Kelompok melakukan presentasi
Tahap 6 : Guru dan siswa mengevaluasi proyek mereka
Model pembelajaran investigasi kelompok ini sangat cocok di­terapkan dalam kegiatan pembelajaran sejarah di sekolah, terutama di jenjang SMA, karena:
Pertama, jenjang SMA merupakan waktu yang paling tepat untuk menanamkan budaya meneliti di kalangan siswa. Karakteristik anak usia remaja salah satunya adalah mereka pada tahap pencarian jati diri dan memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru sangat besar. Mereka akan sangat senang ketika menemukan sesuatu yang baru dari hasil kerja kerasnya. Budaya meneliti ini nantinya bisa menjadi bekal berharga ketika mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, karena di perkuliahan kegiatan penelitian menjadi sebuah keharusan dan sangat diberikan kesempatan untuk mengembangkannya.
Kedua, ilmu sejarah adalah salah satu ilmu yang senantiasa ber­kembang. Banyak hasil penelitian yang dilakukan para ahli sejarah bisa menjadi tonggak sejarah baru. Hal hal baru yang dihasilkan dari sebuah penelitian sejarah menjadikan ilmu sejarah semakin berkem­bang dengan pesat. Dan ketika dalam pembelajaran sejarah kita bisa membiasakan dan membudayakan penelitian di kalangan siswa, tentu saja menjadi hal yang sangat menjanjikan bagi tersedianya generasi generasi penerus dengan karya karya besarnya.

4.       Course Reviev Horay (CRH)
Menurut Rahmad Widodo, model Course Review Horay meru­pakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas men­jadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak ’hore!’ atau yelyel lainnya yang disukai (http://www.wordpress.com/2009/11/10/mo­delpembelajaran 20 course review horay/).
Jadi, model pembelajaran Course Review Horay ini merupakan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat ter­cipta suasana pembelajaran di dalam kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model pem­belajaran Course Review Horay ini, apabila siswa dapat menjawab per­tanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakkan kata “hore” ataupun yelyel yang disukai dan telah disepakati oleh kelom­pok maupun individu siswa itu sendiri.
Course Review Horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal di mana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yelyel kelompoknya.
Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran Course Review Horay ini pengujian pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus langsung segera menyoraki kata kata “horay” atau menyoraki yelyelnya. Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Course Review Horay menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok kelompok kecil.
Langkah langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1.      Guru menyampaikan ko1mpetensi yang ingin dicapai.
2.      Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
3.      Memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jawab.
4.      Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan  dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing masing siswa.
5.      Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan lang­sung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salah diisi tanda silang (x).
6.      Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay... atau yelyel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh.
8. Kesimpulan.
9. Penutup.
Sedangkan menurut Yahya Nursidik dalam situsnya: http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/modelpembelajarancoursereviewhoray_15.html, mengatakan bahwa model pembelajaran Course Review Horay merupakan suatu model pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk me­nuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar lang­sung berteriak horay.
Langkah langkah:
1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.      Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk.
3.      Memberikan siswa tanya jawab.
4.      Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
5.      Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan lang­sung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah  tanda silang (x)
6.      Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau yelyel lain­nya.
7.      Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh.
8.      Penutup.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut model pembelajaran Co­urse Review Horay adalah pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang dapat lebih bervariatif, le­bih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pem­belajaran kooperatif yaitu kegiatan mengajar dengan cara pengelom­pokan siswa ke dalam kelompok kelompok kecil.

5.      Make a Match (Mencari Pasangan)
Model ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Caranya siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran sejarah di sekolah.
Prosedur:
1.      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa to­pik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan men­jelang tes atau ujian)
2.      Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
3.      Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan “Patih Gajah Mada” berpasangan dengan pemegang kartu yang bertu­liskan “Kerajaan Majapahit”.
4.      Siswa bisa juga bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan (Miftahul Huda 2011, h.135).
Model ini akan menciptakan suasana pembelajaran yang meriah dan menyenangkan. Untuk variasi, kegiatan pembelajaran bisa dilak­sanakan di luar kelas, misalnya di lapangan, gor atau tempat terbuka lainnya untuk menambah kesan menyenangkan bagi siswa.