Buku
ini merupakan kumpulan gagasan dan pemikiran Ir. Soekarno mengenai wanita.
Sebenarnya Ir. Soekarno telah memiliki maksud sejak lama untuk menulis buku
ini. Namun, banyak sekali sebab yang membuat hal tersebut tidak terjalankan.
Barulah setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno
menyegerakan untuk menulis buku ini. Selain menulis buku, Ir. Soekarno juga
membuka kursus-kursus untuk wanita di Yogya yang dibantu oleh Mualiff
Nasution. Mengapa diberi nama “Sarinah”? buku ini dinamakan Sarinah
sebagai tanda terima kasih Ir. Soekarno kepada pengasuh saat beliau
kanak-kanak. Mbok Sarinah. Ia banyak membantu ibu Soekarno. Dari mbok
Sarinah, Soekarno banyak menerima rasa cinta, rasa kasih. Dari mbok Sarinah,
Soekarno banyak mendapat pelajaran mencintai “orang kecil”. Dia sendiri pun
“orang kecil”, tetapi budinya selalu besar! Moga-moga Tuhan membalas kebaikan
Sarinah itu!
Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan,
baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri.
Soal perempuan bukan merupakan tentang perempuan saja,
melainkan masyarakat. Soekarno banyak mengkritisi dan mengupas satu persatu
paradigma dalam masyarakat dan pandangan kaum laki-laki tentang perempuan.
Laki-laki dan Perempuan. Perbedaan fisik dan susunan tubuh
perempuan dan laki-laki. Perbedaan itu tidak lain adalah untuk tujuan kodrat
alam yaitu mengadakan keturunan dan memlihara keturunan. Selain itu perbedan
psikis antara laki-laki dan perempuan adalah perbedaan jiwa. Prof Heyman
menuturkan bahwa perempuan lebih lekas tergoyang jiwanya, lebih lekas marah
tapi lekas cinta lagi dari laki-laki, lebih lekas kasihan, lebih lekas
percaya, lebih suka anak-anak. Dengan hal tersebut tidak lantas membuat
ketajaman otaknya kalah dengan laki-laki. Banyak penelitian yang telah membuktikan
hal tersebut. banyak peneliti yang melakukan riset penghitungan volume otak
perempuan dan laki-laki. Memang benar ketika dihitung berat otak laki-laki
memang lebih besar, namun hal tersebut berbanding dengan berat tubuh
laki-laki yang juga besar. Setelah dihitung didapatkan bahwa otak perempuan
rata-rata 23,6 gram per kg tubuh dan laki-laki rata-rata 21,6 gram per kg
tubuh. Kwalitetnya sama, ketajamannya sama, kemampuannya sama hanya
kesempatan-bekerjanya yang tidak sama, kesempatan-berkembangnya yang tidak
sama.
Perempuan tempatnya ke sisi priuk nasi, pancai gula,
penerima zat anak, pengandung zat anak, melahirkan anak, pelampiasan syahwat
semata. Dulu sebelum ilmu kedokteran berkembang, tak terhitung ratusan ribu
hingga jutaan perempuan meninggal saat proses melahirkan. August Bebel
mengatakan bahwa dalam sejarah manusia, jika dijumlahkan lebih banyak
perempuan yang melepaskan jiwanya diatas padang kehormatan melahirkan
bayinya, dibanding para lelaki yang melepaskan jiwanya diatas padang penghormatan
peperangan.
Soekarno mengajak pembaca untuk mempelajari sejarah
tentang perjalanan hidup manusia yang dimulai ketika kehidupan manusia masih
berburu binatang, nomaden, berpindah dari tempat satu ke tempat lain sampai
berubah menjadi kehidupan masyarakat yang sudah menetap, memiliki rumah,
bercocok tanam, memiliki sistem hukum, pemerintahan dll tentu dalam proses
dan tahapan panjang ini tak luput dari perjuangan seorang perempuan. Naik
turun kedudukan perempuan dalam masyarakat turut mewarnai peradaban manusia
sehingga sampai pada tahap seperti sekarang ini.
Dalam bukunya ini, Soekarno menuangkan keluasan ilmunya
dengan baik. Soekarmo mengajak pembaca mengenal lebih banyak tokoh dunia,
teori tentang perempuan, pendapat-pendapat tentang perempuan hingga kebiasaan-kebiasaan
dan keyakinan-keyakinan yang dianut oleh masyarakat tentang perempuan.
Soekarno juga menjelaskan tentang kedudukan perempuan dalam berbagai agama,
misalnya islam, kristen, budha dll.
Dalam buku ini, menceritakan banyak sekali gambaran-gambaran
wanita baik di daerah-daerah di Indonesia maupun di dunia. Seperti sebuah
kisah tentang seorang laki-laki dan perempuan yang baru saja menikah,
seminggu kemudian laki-laki tersebut datang ke rumah membawa seorang sundal
dan menjadikan istrinya sebagai pelayan atas kesenangan dirinya dan sundal
tersebut. Sang istri duduk di depan pintu kamar dengan tangisan air
mata di pipi yang terus menetes dan harus siap bila-bila ada panggilan dari
suami atau sundal tersebut. Lain lagi cerita tentang Geisha yang ada di
Jepang. Di Negara yang sudah maju seperti itu pun masih banyak ketidakadilan
terhadap perempuan. Dahulu banyak sekali dijumpai para gadis bahkan anak-anak
yang sengaja dijadikan sebagai Geisha oleh bapak mereka. Sebuah keluarga
miskin akan tetap terselamatkan jika ia masih mempunyai seorang anak
perempuan. Karena dialah yang nantinya akan menyelamatkan perekonomian
keluarganya. Artinya kemodernan tidak selamanya dibarengi dengan penjunjungan
derajat perempuan.
Tatkala perempuan di dunia barat sudah sadar, sudah
bergerak, sudah melawan, maka perempuan di dunia timur masih saja diam-diam
menderita pingitan dan penindasan dengan tiada protes sedikitpun juga.
Di dunia barat pertama-tama terdengar semboyan “perempuan,
bersatulah!” dari mulut Katharina Brechkovskaya pertama-tama terdengar
seruan, “Hai wanita Asia, sadar dan melawanlah!”. Dengan hal tersebut pula
tak lantas membuat kita para perempuan Indonesia mengoper dan melaksanakan
semuanya, kita harus pelajari lebih dahulu dalam-dalam segala cita-cita dan
segala sepak terjang pergerakan-pergerakan perempuan di Barat. Kita pelajari,
kita sesuaikan dengan kepribadian bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Tiada aksi revolusioner, jika tiada teori revolusioner.
Teori tak disertai perbuatan, tiada tujuan pembuatan,
perbuatan tiada pakai teori, tiada berarah tujuan.
Teori tak dengan perbuatan, mati! Perbuatan tak dengan
teori, ngawur!
Terutama sekali para pemimpin, para penunjuk jalan, para
pemegang obor, harus memahami ilmu.
Dapatkah orang memimpin dengan baik, menunjukkan jalan
kepada rakyat, mengkobar-kobarkan semangat rakyat, mengerahkan tenaga bekerja
dan tenaga perjuangan rakyat, mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan
mengorbankan sesedikit-sedikitnya bila orang tidak tahu jalan apa yang harus
dilalui, cara-cara apa yang harus dipakai, tujuan-tujuan apa yang harus
dituju? Dapatkah orang memimpin dengan baik, bila tidak dengan tuntutan ilmu?
Dapatkah orang memimpin dengan baik, bila ia sendiri tidak tahu jalan?
Pada lembaran-lembaran akhir buku ini, Ir, Soekarno
menitipkan pesan.
Dan kamu, kaum wanita Indonesia, akhirnya nasibmu adalah
di tangan kamu sendiri. Saya telah memberi peringatan kepada kaum laki-laki
untuk memberi keyakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perjuangan,
tetapi kamu sendiri harus menjadi sadar, kamu sendiri harus terjun mutlak
dalam perjuangan.
Dan didalam perjuangan yang garis-garis besarnya telah
saya guratkan dimuka tadi, bantu-membantu mutlak antara laki-laki dan
perempuan harus diselenggarakan benar-benar. Syarat mutlak bagi kemenangan
revolusi nasional ialah persatuan nasional tentu juga mengenai hubungan
laki-laki dan perempuan.
Janganlah meletakkan titik berat kepada mengemukakan
tuntutan-tuntutan feministis dan melupakan tuntutan-tuntutan perjuangan
membela kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya, adakanlah penggabungan tenaga
antara perempuan dan laki-laki sehebat-hebatnya, adakanlah perjuangan
nasional yang sebulat-bulatnya.
Laki-laki dan perempuan kesatu tujuan, tiada satu
tenagapun yang tercecer. Janganlah menentang satu sama lain, tetapi
berjuanglah bahu-membahu serapat-rapatnya membela kemerdekaan nasional.
Semua. Semua tenaga harus diarahkan sesatu tujuan arah,
kesatu tujuan revolusioner.
Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang
ikutilah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik dan nanti jika
Republik telah selamat, ikutilah serta-mutlak dalam menyusuun Negara
Nasional.
Jangan ketinggalan di dalam Revolusi Nasional dari awal
sampai akhir, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun
masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial.
Didalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan
sosial itulah engkau menjadi wanita yang bahagia, wanita yang merdeka!
|
MEDIA PEMBELAJARAN
Minggu, 25 Oktober 2015
SARINAH "TENTANG PEREMPUAN"
Belajar Kehidupan dari Pandangan Ibn Kaldun
2.1 Biografi dan Sejarah Ibn Khaldun
Ibn Khaldun
mempunyai nama lengkap
'Abd al-Rahman ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn al-Khalid ibn 'Usman ibn Hani ibn
al-Kathab ibn Kuraib ibn Ma'dikarib ibn Harish ibn Wail ibn Hujr. Dilahirkan di
kota Tunisia-Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M.
Nenek-moyang
Ibn Khaldun adalah berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan, dan kemudian hijrah
ke wilayah Hijaz sebelum datangnya Islam. Nama Ibn Khaldun, sebutan yang
populer untuk dirinya, dinisbatkan
kepada nama kakeknya
yang ke sembilan,
yaitu al-Khalid. Khalid ibn
Usman adalah nenek-moyangnya yang
pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk
berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 M. Ia menetap di Carmona, sebuah kota
kecil yang terletak antara segitiga Cordova, Sevilla, dan
Granada. Kemudian keturunan
Khalid di Andalusia
ini dikenal dengan sebutan Banu
Khaldun yang di kemudian hari melahirkan sejarawan besar Abdurrahman ibn
Khaldun.
Fase pertama
Ibn Khaldun dihabiskan
di Tunisia dalam
jangka waktu 18 tahun,
antara tahun 1332
sampai 1350. Pada waktu iu, ayah
Ibn Khaldun adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara
tradisional mengajarkan dasar-dasar
agama Islam. Muhammad ibn Muhammad, ayah
Ibn Khaldun, adalah seorang yang berpengetahuan agama yang tinggi. Pendidikan
Ibn Khaldun yang dilakukan
ayahnya tidak berlangsung lama, karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349.
Semenjak kematian ayahnya, Ibn Khaldun mulai belajar mandiri dan bertanggung jawab.
Dari sinilah Ibn
Khaldun mulai hidup
sebagai manusia dewasa yang tidak
menggantungkan diri kepada keluarganya.
Selain
dari ayahnya, Ibn Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu keagamaan dari
para gurunya di
Tunis. Ibn Khaldun
menyebutkan beberapa gurunya yang
berjasa dalam perkembangan
intelektualnya, di antaranya
Abu 'Abdillah Muhammad
ibn Sa'id al-Anshari dan
Abu al-'Abas Ahmad
ibn Muhammad al-Batharni dalam
ilmu qira'at; Abu 'Abdillah
ibn al-'Arabi al-Hashayiri
dan Abu al-'Abbas
Ahmad ibn al-Qashar
dalam ilmu gramatika
Arab; Abu 'Abdillah Muhammad
ibn Bahr dan
Abu 'Abdillah ibn
Jabir al-Wadiyasyi dalam ilmu
sastra; Abu 'Abdillah ibn 'Abdillah al-Jayyani dan Abu 'Abdillah ibn 'Abd
Salam dalam ilmu
fiqh; Abu Muhammad ibn
'Abd Muhaimin al-Hadhrami dalam ilmu hadis;
Abu al-'Abbas Ahmad
al-Zawawi dalam ilmu
tafsir; dan Abu 'Abdillah Muhammad ibn Ibrahim al-Abili dalam bidang 'ulum
'aqliyyah, seperti filsafat, logika, dan metafisika.
Pada fase
kedua Ibn Khaldun
berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya, seperti
di Fez, Granada,
Bougie, Biskara, dan
lain-lain dalam jangka waktu 32 tahun antara tahun 1350
sampai 1382 M. Pendidikan yang diterima Ibn Khaldun, baik
dari orang tuanya
sendiri maupun dari
para gurunya, sangat mempengaruhi perkembangan
intelektualnya. Oleh karena
itu, mudah dipahami mengapa Ibn Khaldun mengalami
kesedihan yang mendalam ketika terjadi wabah pes yang secara epidemik telah
menyerang belahan dunia bagian Timur dan Barat. Semenjak peristiwa
inilah Ibn Khaldun
terpaksa menghentikan belajarnya
dan mengalihkan pada bidang pemerintahan.
Karir pertama
Ibn Khaldun dalam
bidang politik pemerintahan
adalah sebagai Shabib al-'Allamah (Penyimpan
Tanda Tangan) pada
pemerintahan Abu Muhammad ibn
Tafrakin di Tunisia. Setelah itu, Ibn Khaldun menjadi Sekretaris Kesultanan di Fez,
yaitu Abu 'Inan yang menjadi raja Maroko. Di kota inilah Ibn Khaldun memulai
karirnya dalam dunia politik praktis pada tahun 1345. Selama delapan tahun
tinggal di Fez,
banyak perilaku politik
yang telah dilakukan
Ibn Khaldun. Ibn Khaldun
pernah merasakan penjara
selama 21 bulan
yang disebabkan kecurigaan Sultan
'Inan, dan kemudian
dibebaskan oleh Abu
Salim saat menjabat sebagai
Sultan Maroko. Karena
kekacauan politik yang
terjadi di Fez, Ibn Khaldun
akhirnya memantapkan diri pergi dari Fez dan pergi ke Spanyol dan sampai di
Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Setahun berikutnya,
Ibn Khaldun ditunjuk
oleh raja Granada, Abu 'Abdillah Muhammad ibn Yusuf ibn
Isma'il ibn Ahmar, sebagai duta ke istana raja Pedro El
Curel, raja Kristen
Castilla di Sevilla.
Sebagai seorang diplomat
yang ditugaskan untuk mengadakan
perjanjian damai antara
Granada dengan Sevilla. Karena keberhasilan
yang luar biasa
dalam menjalankan tugas
diplomatiknya, Raja Muhammad memberikan
kepada Ibn Khaldun
tempat dan kedudukan
yang semakin penting di
Granada. Jabatan yang
diduduki Ibn Khaldun
ternyata telah menyebabkan rasa
iri beberapa pihak, termasuk sahabatnya sendiri yang menjadi perdana menteri,
Ibn al-Khathib. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan, Ibn Khaldun akhirnya memutuskan untuk kembali
ke Afrika Utara. Di Afrika Utara, beberapa kali
Ibn Khaldun mendapat
tawaran jabatan politik
dari para Amir (Gubernur), dan untuk ke sekian kalinya
Ibn Khaldun berpindah tangan dari satu penguasa ke penguasa lainnya.
Setelah sekian
lama malang melintang
dalam dunia politik
praktis yang penuh resiko
dan tantangan, Ibn
Khaldun sampai pada
suatu kesimpulan bahwa bergerak dalam
dunia ini, meskipun
memiliki dinamika sendiri,
tidak membawa ketenteraman dan
kebahagiaan bagi diri dan keluarga. Ibn Khaldun merasa jenuh dan lelah
untuk terus terlibat
dalam urusan politik.
Naluri kesarjanaannya telah memaksanya untuk menjauhi kehidupan
yang penuh gejolak dan tantangan. Pada kondisi
jiwa seperti inilah
Ibn Khaldun memasuki
suatu tahapan dari kehidupannya dalam apa yang disebut
dengan istilah khalwat Ibn Khaldun.
Masa khalwat
ini dialami Ibn
Khaldun dalam jangka
empat tahun dari tahun
1374 sampai 1278
M. Ibn Khaldun
mengasingkan diri di
suatu tempat terpencil yang
dikenal dengan sebutan
Qal'at Ibnu Salamah.
Di tempat ini
Ibn Khaldun dapat terbebas
dari kesusahan dan
hura-hura politik. Dalam
masa pengunduran diri inilah
Ibn Khaldun berhasil
merampungkan karyanya
al-Muqaddimah, yang populer dengan sebutan Muqaddimah Ibn Khaldun.
Setelah
al-Muqaddimah rampung ditulis,
pada tahun 1378,
Ibn Khaldun meninggalkan Qal'at
Ibn Salamah menuju
Tunis. Ada beberapa
alasan mengapa Ibn Khaldun
kembali ke Tunis.
Kebanyakan sejarawan menjelaskan
bahwa kembalinya Ibn Khaldun
ke Tunis adalah
karena didorong oleh
keinginannya untuk menyelesaikan
Kitab al-Ibar-nya. Tunis
dipandang oleh Ibn
Khaldun sebagai kota paling
tepat, karena memiliki
banyak perpustakaan yang
kaya akan referensi yang
diperlukannya. Di samping itu, kerinduan Ibn Khaldun akan Tunis sebagai kota
tempat kelahirannya dan
kerinduannya akan kehidupan
politik juga dapat dijadikan
alasan lain dalam masalah ini.
Kerinduan Ibn
Khaldun akan kota
kelahirannya tidak dapat
berlangsung lama, karena beberapa temannya memperlihatkan sikap
bermusuhan kepadanya. Oleh karena
itu, Ibn Khaldun
memutuskan untuk pergi
menunaikan ibadah haji. Ibn
Khaldun meninggalkan Tunis
pada 28 Oktober
1382 menuju kota
Makkah. Dalam perjalanannya menuju
Makkah, ia menyempatkan
diri untuk singgah
di Kairo. Dengan kepergiannya
ke Kairo ini,
maka berakhirlah petualangan
Ibn Khaldun sebagai seorang politikus yang banyak terlibat dalam intrik
politik.
Masa
ini merupakan fase ketiga dari tahapan kehidupan Ibn Khaldun. Fase ini dihabiskan
di Mesir selama
kurang lebih 24 tahun, yaitu antara 1382
sampai 1406 M. Fase ini dapat dikatakan sebagai masa pengabdian
Ibn Khaldun dalam bidang
akademik dan pengadilan.
Ibn Khaldun tiba
di Kairo, Mesir,
pada 6 Januari 1382 M. Mesir
ketika itu berada dalam kekuasaan dinasti Mamluk. Pada masa ini telah dikembangkan hubungan
perdagangan dengan raja-raja
Kristen di Eropa. Oleh karena
itu, wajar apabila
Ibn Khaldun merasa
kagum dengan kemajuan peradaban
yang telah dicapai Kairo.
Selain berkarya
dalam dunia akademik,
Ibn Khaldun juga melakukan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan reformasi
hukum. Pada tanggal 8 Agustus 1384, Ibn Khaldun diangkat oleh Sultan
Mesir, al-Zahir Barquq, sebagai Hakim Agung Mazhab Maliki
pada Mahkamah Mesir.
Jabatan yang dipangku
dengan penuh
tanggung ini dimanfaatkan
Ibn Khaldun untuk
melakukan reformasi dalam bidang hukum. Akan tetapi, reformasi ini
ternyata telah membuat banyak fihak yang dirugikan yang kemudian menjadi marah
dan dengki kepadanya. Akibat fitnah yang dituduhkan kepadanya Ibn Khaldun pun,
meskipun tidak terbukti bersalah, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.
Pada tahun
1387, rencana Ibn
Khaldun yang tertunda,
yakni menunaikan ibadah haji
baru dapat dilaksanakan.
Sepulang dari ibadah
haji, Ibn Khaldun diangkat lagi sebagai Hakim Agung
Mahkamah Mesir. Sultan yang
berkuasa di Mesir ketika itu
adala Nashir Faraj, putera Sultan Barquq. Pada masa ini, ia sempat berkunjung ke Damaskus dan
Palestina menyertai Sultan
dalam rangka kunjungan untuk
mempertahankan kerajaannya dari serangan tentara Mongol. Ibn Khaldun wafat pada
tanggal 16 Maret 1406 (26 Ramadlan 808 H.) dalam usia 74 tahun di Mesir.
Jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo.
2.2 Pemikiran Ibn Khaldun
Ibn
Khaldun adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan
Islam. Ia dipandang sebagai satu-satunya ilmuwan Muslim yang tetap
kreatif menghidupkan khazanah
intelektualisme Islam pada
periode Pertengahan. Ibn Khaldun
dalam lintasan sejarah
tercatat sebagai ilmuwan Muslim pertama
yang serius menggunakan
pendekatan sejarah
(historis) dalam wacana keilmuan
Islam.
Kata
kunci konsepsi Ibn Khaldun tentang sejarah adalah “Ibrar”, yang berarti contoh
atau pelajaran moral yang berguna. Untuk mengetahui posisi sejarah dalam teori
Ibn Khaldun, penting dipahami definisi sejarah yang diberikannya. Sejarah dalam
pandangan Ibn Khaldun bukan
sekedar cerita kronik
tentang berbagai peristiwa masa lalu, tetapi sejarah juga
berarti menyajikan kritik terhadap data dan berita yang ada, di samping analisis
terhadap berbagai faktor
yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Oleh karena
sejarah mengandung suatu
penyelidikan kritis dan
mencari kebenaran; suatu pengetahuan
mendalam tentang 'bagaimana' dan 'mengapa' suatu peristiwa
terjadi, maka sejarah
menurut Ibn Khaldun dipandang sebagai bagian dari hikmah atau
filsafat.
Menurut Ibn
Khaldun, sejarah menurut wataknya
memang bisa disusupi oleh kebohongan. Ada tujuh faktor
yang menyebabkannya, yaitu:
1. Adanya semangat
terlibat ( tasyayyu' atau
partisanship ) kepada
pendapat-pendapat-pendapat dan mazhab
tertentu. Apaila seorang
sejarawan memiliki sikap ini,
maka ia hanya
akan menerima informasi
sejarah yang menguntungkan
pendapat mazhabnya. Semangat terlibat akan menutup mata
seorang sejarawan untuk
bertindak kritis. Ia
hanya menerima segala
informasi yang dapat memberinya
keuntungan, walaupun informasi
itu penuh dengan kebohongan.
2. Terlalu percaya
kepada seseorang atau
pihak penukil berita sejarah . Padahal,
sebelum berita itu
diterima, sudah seharusnya
terlebih dahulu dilakukan kritik
ekstra berupa ta'dil dan
tarjih atau personality criticism.
3. Tidak memiliki
kemampuan untuk menangkap
kebenaran dari apa yang
dilihat atau didengar ,
kemudian menyampaikan informasi diperolehnya atau
observasi yang dilakukannya
atas dasar perkiraan-perkiraan saja. Sejarawan dengan
sikap ini tidak akan mampu
menganalisa permasalahan
dengan tepat. Hal
ini mungkin saja
terjadi karena kekurangan
informasi atau karena kurang
tajam pandangannya.
4. Asumsi yang
tidak beralasan terhadap
kebenaran sesuatu. Sejarawan bersikap seperti ini biasanya
disebabkan terlalu percaya kepada sumber informasi, sehingga ia tidak berpikir
tentang kemugkinan kebenaran yang lainnya.
5. Tidak mampu
secara tepat menempatkan
suatu peristiwa pada prooporsi yang sebenarnya atau bagaimana
kondisi-kondisi sesuai dengan realitas. Hal
ini bisa terjadi
karena adanya ambisi-ambisi, distorsi,
atau kabur dan rumitnya peristiwa sejarah yang dihadapi.
Sikap ini bisa menyebabkan terjadinya pemutarbalikan fakta
sejarah, dan dengan
tidak sengaja telah
menyampaikan informasi yang tidak benar.
6. Adanya fakta
bahwa kebanyakan orang
cenderung untuk mengambil hati orang-orang yang sedang
berkuasa atau memiliki kekuasaan. Dengan memuji dan menyanjungnya, mereka hanya
menyampaikan hal-hal yang
baik-baik saja, sehingga
informasi yang dipublikasikan menjadi tidak jujur dan menyimpang dari kebenaran. Sejarawan
seperti ini biasanya
ingin mencari muka,
dengan tujuan mendapatkan
keuntungan hanya untuk dirinya sendiri.
7. Tidak mengetahui
hukum-hukum dan watak-watak
perubahan yang terjadi dalam
masyarakat. Setai peristiwa
pada hakekatnya mempunyai
watak khas dan kondisi-kondisi yang
melebur di dalamnya.
Apabila seorang sejarawan mengetahui hukum-hukum
dan watak-watak suatu
peristiwa, maka pengetahuan itu sesungguhnya
dapat membantunya dalam
membedakan yang benar
dan yang salah. Pengetahuan
ini lebih efektif
dalam memeriksa informasi
sejarah secara kritis. Oleh karena
itu, sebab ketujuh
ini merupakan sebab
terpenting, meskipun diletakkan
pada urutan terakhir.
2.3 Filsafat Sejarah Ibn Khaldun
Filsafat sejarah
dalam pengertian yang
paling sederhana adalah
tinjauan terhadap
peristiwa-peristiwa sejarah secara
filosofis untuk mengetahui
factor faktor essensial yang
mengendalikan perjalanan peristiwa-peristiwa historis
itu, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum
umum yang tetap,
yang mengarahkan
perkembangan berbagai bangsa
dan negara dalam
berbagai masa dan generasi.
Menurut
Ibn Khaldun, masyarakat
adalah makhluk historis
yang hidup dan berkembang sesuai dengan
hukum-hukum yang khusus berkenaan
dengannya. Hukum-hukum tersebut dapat diamati dan dibatasi lewat pengkajian
terhadap sejumlah fenomena
sosial. Ibn Khaldun berpendapat bahwa 'ashabiyah' merupakan
asas berdirinya suatu
negara dan faktor ekonomi
adalah faktor terpenting
yang menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Apabila
ditinjau dari aspek ini, Ibn Khaldun
dapat dipandang sebagai salah
seorang penyeru materialisme sejarah.
Konsep
gerak sejarah Ibn Khaldun mengikut pada tiga aliran Filsafat sejarah. Pertama,
aliran sejarah sosial. Aliran ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena
sosial dapat ditafsirkan, dan teori-teorinya dapat diuraikan dari fakta-fakta
sejarah. Kedua, aliran ekonomi. Aliran ini menafsirkan sejarah secara
materialis dan menguraikan fenomena-fenomena sosial secara ekonomis. Setiap
perubahan dalam masyarakat dan fenomena-fenomenanya merujuk pada faktor
ekonomi. Karl Marx adalah tokoh yang mengembangkan aliran Filsafat sejarah ini.
Ketiga, aliran geografis. Aliran ini memandang manusia sebagai putra
alam lingkungan dan kondisi-kondisi alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam
penyejarahannya, seseorang, masyarakat dan tradisi-tradisinya dibentuk oleh
lingkungan dan alam dimana ia berada. Alam dan lingkungan memiliki dampak
terhadap kehidupan masyarakat, walaupun manusia sendiri juga bisa mempengaruhi
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut
Ibn Khaldun setiap fenomena sosial tunduk pada hukum perkembangan, bahkan perkembangan
dalam fenomena-fenomena sosial
lebih gamblang tinimbang dalam fenomena-fenomena alam, serta segala
sesuatu dalam masyarakat manusia selalu
berubah. Ibn Khaldun misalnya
menyerupakan umur negara dengan kehidupan manusia. Di sini Ibn Khaldun
bermaksud untuk menyatakan bahwa
negara terus berkembang, sebab kehidupan itu sendiri berada
dalam gerak dan
perkembangan yang
berkesinambungan.
Perkembangan menurut
Ibn Khaldun tidaklah
berupa lingkaran dan garis
lurus, melainkan berbentuk spiral. Sebagai contoh misalnya, adalah
perkembangan negara. Negara
mana pun, setiap
kali mencapai puncak
kejayaan dan kebudayaannya, akan memasuki masa senja dan mulai mengalami
keruntuhan untuk digantikan negara
baru. Negara baru
ini tidak bermula
dari nol, tetapi mengambil peninggalan
negara yang lama,
melengkapinya, menciptakan
kebudayaan yang lebih
maju yang berbeda
dari kebudayaan negara
sebelumnya, meski perbedaan ini
tidak tampak sehingga sulit
diamati. Namun dengan berulangkalinya daur
ini berlangsung, perbedaan
tersebut akan tampak
makin jelas.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sesuai versi dari Ibn Khaldun
ialah
1) Ekonomi. Ibn
Khaldun berpendapat bahwa
antara fenomena-fenomena sosial
dengan fenomena lainnya saling berkaitan. Fenomena-fenomena ekonomi, menainkan
peranan yang penting dalam perkembangan kebudayaan, dan mempunyai dampak
yang besar atas
eksistensi negara dan
perkembangannya. Baginya faktor ekonomi
sebagai faktor terpenting
yang menggerakkan sejarah. Aspek ekonomilah
yang menentukan watak
kehidupan sosial. Meskipun demikian, Ibn Khaldun tidak dapat
dipandang sebagai seorang pemikir materialis murni, karena ia kadang-kadang
menempatkan faktor-faktor mental lebih dominan dalam mempengaruhi perkembangan
manusia.
2) Alam.
Ibn Khaldun juga menyatakan adanya
dampak alam atas individu-individu dan
masyarakat. Menurut Ibn
Khaldun, lingkungan fisik
besar dampaknya terhadap masyarakat
manusia, sebab sampai
ke batas tertentu watak masyarakat dipengaruhi
bumi, posisinya, peringkat
kesuburannya, jenis hasil bumi yang dihasilkannya dan bahan-bahan mentah
yang dimilikinya. Ini
berarti bahwa alam membatasi
kegiatan manusia dan
menciptakan batas-batas apa
yang dilakukannya. Selain itu, alam juga mempengaruhi sifat-sifat fisik
dan psikisnya, dan bahkan juga
mempengaruhi kehidupan kulturalnya.
Atas dasar itu,
Ibn Khaldun menyimpulkan bahwa
kebudayaan tidak mungkin
ada kecuali di kawasan-kawasan
tertentu, tidak yang lainnya.
3) Agama.
Ibn Khaldun, demikian dikatakan Gaston Bouthoul, dalam kedudukannya sebagai
seorang Muslim, berpendapat
tentang adanya pengarahan Ilahi yang mengendalikan hukum-hukum
yang mengarahkan berbagai
fenomena. Hal ini tidak bertentangan dengan pengakuan tentang adanya
berbagai factor yang mengendalikan perjalanan dan perkembangan
kehidupan sosial dan
sejarah, misalnya saja faktor
ekonomi, alam, dan
hukum-hukum determinisme sejarah. Sebab pengarahan
Ilahi berada pada
segala sesuatu dan
mampu menguah perjalanan segala
sesuatu. Hubungan antara Allah
dan alam manusia
diuraikan Ibn Khaldun
secara luas. Menurut Ibn Khaldun hubungan antara Allah dan alam manusia
tampak pada setiap ruang dan waktu. Kata Ibn Khaldun 'Allah menjadikan segala
sesuatu yang ada dalam alam
untuk manusia dan
sebagai anugerah kepadanya.
Ia menjadikan segala sesuatu yang
ada di antara langit dan bumi bagi manusia dan menundukkan laut dan segala
hewan baginya pula. Kekuasaan manusia terentang di atas seluruh alam dan segala
isinya sehingga Allah menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya. Mengenai dampak
agama atas kehidupan sosial dan perkembangannya Ibn Khaldun mengatakan
sangat baik bagi
perkembangan manusia. Menurutnya apabila hukum-hukum
itu adalah hukum-hukum
yang ditentukan oleh
Allah dengan perantaraan seorang pembuat hukum agama (yakni nabi atau
rasul), maka pemerintahan disebut berdasarkan
agama. Pemerintahan yang demikian menurutnya sangat berguna sekali baik untuk kehidupan di
dunia maupun untuk kehidupan di akhirat. Meskipun kehidupan sosial bisa berlangsung
tanpa ada agama,
namun agamalah yang
mendorong ke depan dan menjadikan
kehidupan sosial menjadi lebih utama.
Berkaitan
dengan hukum determinisme sejarah, Ibn Khaldun menguraikannya dalam tiga hukum,
yakni
Pertama,
Hukum
Sebab-Akibat (Legal Causality) yaitu hukum determinisme yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kealaman pada asal
mulanya. Khaldun menerapkan dan menjadikan hukum ini sebagai salah satu
diantara dua prinsip Filsafatnya. Ia meyakini adanya hubungan sebab-akibat
antara realitas dengan fenomena. Ia berasumsi bahwa semua realitas di alam ini
dapat dicari hukum kausalitasnya. Kecuali mukjizat para nabi dan karomah
para Wali.
Kedua,
Hukum Peniruan (Legal Copying). Menurut Khaldun peniruan itu sendiri
merupakan satu hukum yang umum. Peniruan bisa menyebabkan kesamaan sosial. Ia
menguraikan bahwa kelompok yang kalah selalu meniru kelompok yang menang dalam
pakaian, tanda-tanda kebesaran, aqidah dan adat.
Ketiga,
Hukum
Perbedaan (Legal Differences). Masyarakat-masyarakat menurut Ibn
Khaldun, tidaklah sama secara mutlak, tetapi di antara masyarakat itu terdapat perbedaan-perbedaan yang harus
diketahui para sejarawan. Perbedaan antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya timbul dari upaya peniruan. Keadaan yang demikian ini juga berlaku
pada negara, dimana
negara yang mucul
belakangan, akan berupaya meniru negara
sebelumnya.
Daya Tarik dalam Pembelajaran Sejarah
Daya Tarik dalam Pembelajaran Sejarah
Dalam rangka mewujudkan belajar sejarah agar memilii daya
tarik bagi peserta didik dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan oleh guru, antara lain yaitu guru harus kreatif untuk menyiapkan dan menerapkan
metode model pembelajaran yang bervariasi.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada
setiap mata pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses. Lampiran butir B.8.).
Metode/model pembelajaran bisa diciptakan sendiri atau cukup
dengan mengadopsi model model pembelajaran yang sudah dirumuskan para ahli.
Guru dapat melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Dengan menerapkan model pembelajaran yang
bervariatif, siswa tidak akan merasakan kejenuhan dalam belajar, namun bisa
dipastikan siswa akan selalu merasa senang.
Guru harus bisa memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan
teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau
teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan
dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode
supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin
hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran
yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.
Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, maka dituntut untuk memiliki kemampuan
tentang penggunaan berbagai metode atau mengombinasikan beberapa metode yang
relevan (Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dan Drs. Aswan Zain (2010), h.7).
Untuk memilih metode mengajar yang akan digunakan dalam
rangka perencanaan pengajaran, perlu dipertimbangkan factor faktor tertentu
antara lain: kesesuaiannya dengan tujuan instruksional serta ke terlaksanaannya
dilihat dari waktu dan sarana yang ada.
Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahannya dilihat
dari berbagai sudut. Namun, yang penting bagi guru, metode mengajar apapun yang
akan digunakan, harus jelas dahulu tujuan yang akan dicapai pada kegiatan
pembelajaran tersebut (R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2010, h.108).
Di dunia pendidikan sekarang ini sedang berkembang apa yang
disebut cooperative learning atau pembelajaran kooperatif, yang sudah menjadi
kecenderungan positif pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Cooperative
learning menurut Artz & Newman (Miftahul Huda, 2011, h.vii) dapat
didefinisikan sebagai small groups of
learners working together as a team to solve a problem complete a task or accomplish
a common goal. Model pembelajaran kooperaif mengharuskan siswa untuk
bekerjasama dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam
konteks struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward. Gagasan di balik pembelajaran ini adalah bagaimana materi
pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat bekerja sama untuk
mencapai sasaran-sasaran pembelajaran.
Dari hasil-hasil penelitian, pembelajaran kooperatif mampu
memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian akademik siswa. Tidak hanya
itu, pembelajaran ini terbukti mampu meningkatkan sikap toleran siswa terhadap
teman-temannya yang berbeda etnis, level
kemampuan
dan gender.
Pebelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam
kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka
kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara
utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran (Robert E. Slavin 2005, h.4). Masih
menurut Robert E Slavin (2005), ada banyak alasan yang membuat Pembelajaran
kooperative memasuki jalur utama praktik pendidikan. Pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa, dan juga akibat positif lainnya
yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman
sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan
lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir,
menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan
pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang
sangat baik untuk mencapai hal
hal itu. Berikut ini merupakan beberapa model pembelajaran kooperatif yang
mungkin bisa menjadi referensi bagi guru untuk kegiatan pembelajaran dikelas. Model-model ini sangat sesuai apabila
diterapkan pada pembelajaran sejarah di kelas.
1.
Student
Team Achievement Division (STAD)
Menurut Robert E. Slavin (2005),
dalam model STAD, para siswa dibagi menjadi dalam tim belajar yang terdiri dari
empat orang yang berbeda beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Selanjutnya semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri,
di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Skor kuis
para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada
masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih
siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria
ikat atau penghargaan lainnya.
Gagasan
utama dari STAD adalah memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.
Jika para siswa menginginkan agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka
harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus
saling mendukung untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa
belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan.
Metode
yang dikembangkan oleh Slavin ini melibatkan “kompetisi” antar kelompok. Siswa
dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis.
Pertama-tama siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya,
kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis-kuis (Mifathul Huda, M.Pd.
2011, h.116). Metode ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran, termasuk
sejarah, agar belajar sejarah berhasil dan semakin menyenangkan.
2. Jigsaw
Dalam
pendekatan jigsaw, siswa bekerja bersama dalam kelompok-kelompok kecil di mana
mereka harus saling membantu. Tiap-tiap anggota kelompok menjadi “ahli” dalam
subjek persoalannya dan oleh karena itu memiliki informasi penting untuk
berkontribusi kepada teman sekelas. Saling bekerjasama dan saling percaya
menjadi berharga dan perlu untuk pencapaian akademis.
Ada 4
tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode jigsaw:
Tahap 1
Guru menyusun kelompok “inti”
heterogen. Selanjutnya guru memberikan tema, teks, informasi, atau materi-materi
kepada kelas itu dan membantu siswa memahami mengapa mereka mempelajari materi
itu. Pada tahap ini yang penting adalah bahwa siswa menjadi tertarik dengan apa
yang sedang mereka pelajari.
Tahap 2:
eksplorasi terfokus.
Pada tahap ini siswa dikelompokkan
kembali untuk membentuk kelompok fokus. Para anggota kelompok fokus bekerja
bersama-sama untuk mempelajari tema tertentu. Selama tahap ini berlangsung,
siswa memerlukan dorongan untuk mengungkapkan apa-apa yang mereka pahami untuk
mengklarifikasi gagasan mereka dan membangun pemahaman bersama. Pada tahap ini
guru mengarahkan cara kerja siswa, juga bisa menyediakan serangkaian pertanyaan
arahan untuk membantu siswa menelusuri gagasan yang ada dalam materi yang
diberikan kepada mereka.
Tahap 3:
melaporkan dan menyusun ulang
Siswa kembali ke kelompok inti
mereka untuk mengambil giliran menjelaskan gagasan yang dihasilkan dalam
kelompok fokus. Selama tahap pelaporan, para anggota kelompok didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan membicarakan gagasan itu secara mendalam.
Tahap 4:
integrasi dan evaluasi
Pada tahap ini guru bisa merancang
aktifitas individu, kelompok kecil, atau seluruh kelas di mana para siswa bisa
secara aktif menyatukan hasil belajar mereka. Misalnya siswa disuruh melakukan
demonstrasi dalam kelompok inti mereka. Mempresentasikan hasil diskusi pada
kelompok fokus. Penilaian bisa dilakukan untuk masing-masing individu dengan
penilaian proses.
3.
Group
Investigation (GI)
Metode ini
lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik
pengajaran di ruang kelas. Dalam metode GI, siswa diberi kontrol dan pilihan
penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasi. Pertama-tama,
siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok diberi
tugas atau proyek yang berbeda. Dalam kelompoknya, setiap anggota berdiskusi
dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana
menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas. Semua
anggota harus turut andil dalam menentukan topik penelitian apa yang akan
mereka ambil. Menurut Shlomo Sharan, PhD. (2012) ada enam tahapan dalam model
ini:
Tahap 1: Kelas menentukan subtema dan menyusunnya dalam
penelitian kelompok.
Tahap 2 : Kelompok merencanakan penelitian mereka
Tahap 3 : Kelompok melakukan penelitian
Tahap 4 : Kelompok merencanakan presentasi
Tahap 5 : Kelompok melakukan presentasi
Tahap 6 : Guru dan siswa mengevaluasi proyek mereka
Model
pembelajaran investigasi kelompok ini sangat cocok diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
sejarah di sekolah, terutama di jenjang SMA, karena:
Pertama,
jenjang SMA merupakan waktu yang paling tepat untuk menanamkan budaya meneliti
di kalangan siswa. Karakteristik anak usia remaja salah satunya adalah mereka
pada tahap pencarian jati diri dan memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu
yang baru sangat besar. Mereka akan sangat senang ketika menemukan sesuatu yang
baru dari hasil kerja kerasnya. Budaya meneliti ini nantinya bisa menjadi bekal
berharga ketika mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, karena di
perkuliahan kegiatan penelitian menjadi sebuah keharusan dan sangat diberikan kesempatan
untuk mengembangkannya.
Kedua,
ilmu sejarah adalah salah satu ilmu yang senantiasa berkembang. Banyak hasil
penelitian yang dilakukan para ahli sejarah bisa menjadi tonggak sejarah baru.
Hal hal baru yang dihasilkan dari sebuah penelitian sejarah menjadikan ilmu
sejarah semakin berkembang dengan pesat. Dan ketika dalam pembelajaran sejarah
kita bisa membiasakan dan membudayakan penelitian di kalangan siswa, tentu saja
menjadi hal yang sangat menjanjikan bagi tersedianya generasi generasi penerus dengan
karya karya besarnya.
4.
Course Reviev Horay (CRH)
Menurut
Rahmad Widodo, model Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang
dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap
siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak ’hore!’
atau yelyel lainnya yang disukai (http://www.wordpress.com/2009/11/10/modelpembelajaran
20 course review horay/).
Jadi,
model pembelajaran Course Review Horay ini merupakan suatu model pembelajaran
yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam kelas
yang lebih menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena
dalam model pembelajaran Course Review
Horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara benar maka siswa
tersebut diwajibkan meneriakkan kata “hore” ataupun yelyel yang disukai dan
telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.
Course
Review Horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan pengujian
pemahaman siswa menggunakan soal di mana jawaban soal dituliskan pada kartu
atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang
mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus
langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yelyel kelompoknya.
Jadi,
dalam pelaksanaan model pembelajaran Course Review Horay ini pengujian
pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar
harus langsung segera menyoraki kata kata “horay” atau menyoraki yelyelnya. Agar
pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka
seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Course Review Horay menjadi
salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman
konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke
dalam kelompok kelompok kecil.
Langkah langkah pembelajarannya
sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan ko1mpetensi yang
ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan
materi.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa
bertanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa
disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan
selera masing masing siswa.
5. Guru membaca soal secara acak dan
siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung
didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salah diisi tanda silang
(x).
6. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö
vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay... atau yelyel
lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang
diperoleh.
8. Kesimpulan.
9. Penutup.
Sedangkan
menurut Yahya Nursidik dalam situsnya: http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/modelpembelajarancoursereviewhoray_15.html, mengatakan bahwa model
pembelajaran Course Review Horay merupakan suatu model pembelajaran dengan
pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan
jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay.
Langkah langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang
ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan
materi sesuai tpk.
3. Memberikan siswa tanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa
disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka
sesuai dengan selera masing-masing.
5. Guru membaca soal secara acak dan
siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung
didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda v
vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau
yelyel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban
benar dan jumlah horay yang diperoleh.
8. Penutup.
Berdasarkan
kedua pendapat tersebut model pembelajaran Course Review Horay adalah
pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan
menyenangkan dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang dapat menambah
khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang dapat lebih
bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.Pembelajaran
Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu
kegiatan mengajar dengan cara pengelompokan siswa ke dalam kelompok kelompok
kecil.
5.
Make
a Match (Mencari Pasangan)
Model ini
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Caranya siswa mencari pasangan sambil
mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan.
Sangat cocok diterapkan pada mata pelajaran sejarah di sekolah.
Prosedur:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang
tes atau ujian)
2. Setiap siswa mendapatkan satu buah
kartu.
3. Setiap siswa mencari pasangan yang
cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan “Patih Gajah
Mada” berpasangan dengan pemegang kartu yang bertuliskan “Kerajaan Majapahit”.
4. Siswa bisa juga bergabung dengan 2
atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan (Miftahul Huda 2011,
h.135).
Model ini
akan menciptakan suasana pembelajaran yang meriah dan menyenangkan. Untuk
variasi, kegiatan pembelajaran bisa dilaksanakan di luar kelas, misalnya di
lapangan, gor atau tempat terbuka lainnya untuk menambah kesan menyenangkan
bagi siswa.
Langganan:
Postingan (Atom)